Wednesday 15 August 2018

Wednesday 30 August 2017

contoh karya tulis masjid agung demak



Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Masjid Masjid Agung Demak dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini  adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.
 Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju hadiah dari Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu. Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja Mataram waktu itu.

Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Pada tahun 1548 M, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.
Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466 M. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477 M, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478 M, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya.

Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah. Dan ada satu keistimewahan satu buah tiang yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal). Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreatifitas masyarakat pada saat itu.

Disamping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.

Masjid Agung Demaki terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ±26 km dari Kota Semarang, ±25 km dari Kabupaten Kudus, dan ±35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat "Pintu Bledeg", bertuliskan "Condro Sengkolo", yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.



Perspektif Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Kepada Buruh Tani Setelah Panen

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Skripsi ini berjudul “Perspektif Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Kepada Buruh Tani Setelah Panen (Studi pada Masyarakat Desa Tanjung Anom, Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu)”, untuk menghindari kesalahan dalam memahaminya, maka perlu dijelaskan kata-kata dari judul tersebut, yaitu :
1. Hukum Islam
Hukum Islam menurut arti bahasa adalah menetapkan sesuatu pada sesuatu, sedangkan menurut arti istilah adalah kitab Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan amal perbutan mukallaf, baik titah itu mengandung tuntunan, suruhan, larangan atau membolehkan sesuatu atau menjadikan suatu sebab, syarat atau menghalang bagi sesuatu hukum.
2. Upah
Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan ajrun/ajran yang berarti memberi hadiah/upah, dalam pengertian syara’ adalah suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.
3. Buruh Tani
Buruh tani adalah seseorang yang bekerja di bidang pertanian dengan cara mengelola lahan orang lain untuk memperoleh bayaran dari pemilik lahan.

4. Setelah Panen
Setelah panen adalah tahapan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang sampai dengan menghasilkan produk setengah jadi.
5. Desa Tanjung Anom
Desa tanjung anom adalah desa yang terletak di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu, suatu desa yang mayoritas masyarakatnya adalah petani.
Berdasarkan uraian diatas dapat penulis maksudkan judul skripsi ini adalah suatu kajian yang menjabarkan suatu hukum pembayaran upah yang diberikan setelah panen oleh masyarakat desa Tanjung Anom.
B. Alasan Memilih Judul
1. Tempat penelitiannya mudah dijangkau.
2. Pelaksanaan pembayaran upah di Desa Tanjung Anom yang dilakukan oleh pemilik sawah dirasakan merugikan pihak buruh tani sehingga perlu adanya penyelesaian.
3. judul ini dipilih sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan S1 dan sesuai dengan disiplin ilmu yang di,iliki sebagai mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung Fakultas Syari’ah Jurusan Mu’amalah.
C. Latar Belakang Masalah
Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memerlukan tatanan hidup yang mengatur, memelihara dan mengayomi hubungan antara hak dan kewajiban antar sesama manusia untuk menghindari benturan-benturan kepentingan yang dimungkinkan terjadi. Tatanan hukum yang mengatur hubungan antara hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum mua’malah.
Salah satu bentuk muamalat yang terjadi adalah kerjasama antara manusia disatu pihak sebagai penyedia jasa manfaat atau tenaga yang disebut sebagai buruh atau pekerja, dipihak lain yang menyediakan pekerjaan atau lahan pekerjaan yang disebut majikan untuk melaksanakan satu kegiatan produksi dengan ketentuan pihak buruh atau pekerja mendapatkan konpensasi berupa upah. Kerja sama ini dalam literature fiqih disebut dengan akad Ijarah al-A’mal, yaitu sewa menyewa jasa tenaga manusia.
Dengan kemuliaan yang telah diberikan sebagai identitas diri, maka Islam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagai buruh dalam rangka pemenuhan kebutuhan duniawi maupun yang hanya berupa amal yang bersifat ibadah semata-mata kepada Allah. Firman Allah Q.S At-taubah : 105 :
                 
Aritnya :
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.

Islam berdasar atas kemerdekaan setiap hak. Selain itu, islam mengenal adanya pembagian kerja, fitrah pembagian bakat dan kecendrungan yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan dan keahlian yang membuat masing-masing individu menjurus pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan kesiapan jasmani, akal dan jiwanya.
Dalam literature fiqh, upah disebut dengan ajr yang syarat-syaratnya telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga upah menjadi adil dan tidak merugikan salah satu pihak, baik majikan maupun buruh, supaya tercipta kesejahteraan dan tidak ada kesenjangan sosial. Konsekuensi yang timbul dari adanya ketentuan ini karena sistem pengupahan buruh harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan-ketentuan dan norma-norma tersebut sehingga muncul permasalahan yang berawal dari ketidakadilan bagi parah buruh terhadap upah yang diterimanya.
Penetapan upah bagi para buruh harus mencerminkan keadilan, mempertimbangkan aspek kehidupan sehingga pandangan islam tentang hak buruh dalam menerima upah dapat terwujud. Yang ada kaitrannya dengan penetapan upah kerja secara umum dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 90 :
•                 
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuh (Q.s an-Nahl ayat 90).
Allah berfirman dalam Q.S As-syua’ra (26) 183:
  ••       
Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan, (Q.S As-syua’ra (26) 183).

Upah merupakan instrumen untuk mengukur sejauh mana memahami dan mewujudkan karakter sosial. Karena sebagaimana telah dijelaskan upah pada dasarnya bukan merupakan persoalan yang berhubungan dengan uang. Melainkan merupakan persoalan yang lebih berkaitan dengan penghargaan manusia dengan sesamanya. Tentang penghargaan berarti tentang bagaimana memandang dan menghargai kehadiran orang lain dalam kehidupan.
Berkaitan dengan  hal ini dilakukan penelitian di desa Tanjung Anom Kecamatan Ambarawa Kabupaten Pringsewu, wilayah desa Tanjung Anom adalah sebuah desa yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian yang berupa sawah yang dialiri dengan air irigasi dan sawah tadah hujan, terkadang bisa mengalami gagal panen terutama pada musim kemarau. Dengan demikian hampir mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang masih minim dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Pelaksanaan pengupahan yang dilakukan di desa Tanjung Anom adalah menggunakan sistem pemberian upah yang diberikan setelah panen. Sistem seperti ini sudah menjadi kebiasaan di desa Tanjung Anom. Karena semua orang yang punya sawah memakai sistem ini, yaitu menyuruh orang untuk menanami padinya , dan orang yang punya sawah sudah memikirkan beberapa orang yang dibutuhkan untuk menanami sawahnya.  Dengan sawah seluas satu hektar bisa menyuruh sekitar 10 orang buruh tani, tetapi  orang yang disuruh menanam padi itu tidak diberi upah secara langsung dan tidak ada ketentuan yang pasti berapa upah yang akan mereka terima. Mereka baru mengetahui berapa upahnya setelah mereka ikut panen nanti. Padahal tidak ada kepastian bagaimana tanaman padi nantinya dan berapa hasil yang mereka dapatkan.
Menurut data prasurvei yang penulis dapatkan para pekerja dapat menerima upahnya setelah datang waktu panen, karena pemberian upah menunggu waktu panen maka besaran upah yang dapat diperoleh belum jelas.
Berdasarkan uraian diatas, penyusun tertarik lebih lanjut untuk meneliti tentang sistem upah buruh panen padi dan menganalisisnya dalam perspektif hukum Islam.
D. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah praktek pengupahan bagi buruh tani di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu telah memenuhi standar pengupahan secara wajar?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembayran upah yang dilakukan setelah panen oleh masyarakat Tanjung Anom, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
       1. Penelitian ini memiliki tujuan untuk :
a. Mengkaji pelaksanaan pembayaran upah yang diberikan setelah penen di desa Tanjung Anom;
b. Mengkaji pandangan hukum islam terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen di desa Tanjung Anom;
       2. Penelitian ini memiliki kegunaan untuk:
a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang halal/haramnya melakukan sistem upah yang diberikan setelah panen.
b. Memberikan solusi kepada masyarakat terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen.

F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat penelitian
a. Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan yaitu suatu penelitian lapangan yang dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya. Penelitian ini berhubungan dengan pelaksanaan terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen.
b. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat diskriptif normatif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat sesuatu, individu, gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini menggambarkan tentang “Perspektif hukum Islam terhadap pemberian upah kepada buruh tani setelah panen”.
2. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian. Sumber data primer ini diperoleh dari data yang terdapat di desa Tanjung Anom, untuk mengetahui lebih jauh gambaran umum di desa Tanjung Anom sebagai tempat penelitian dan pelaksanaan pemberian upah setelah panen  sebagai objek penelitian.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan melalui kepustakaan yaitu yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data dan informasi dengan bantuan buku-buku yang terdapat pada perpustakaan.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Interview (wawancara)
Metode interview adalah suatu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih saling berhadap-hadapan secara fisik yang diarahkan pada pokok permasalahan tertentu. Penelitian ini menggunakan wawancara secara bebas dan terpimpin, yaitu dengan menyiapkan beberapa pertanyaan yang telah ditentukan, tentunya yang berkaitan dengan permasalahan, dalam hal ini peneliti mewawancarai warga yang menjadi buruh tani untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaannya terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen.
b. Studi Literatur (Kajian pustaka)
Studi literature adalah penelusuran literature yang bersumber dari buku, media, pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk menyusun dasar teori yang kita gunakan dalam melakukan penelitian. Studi literatur yang digunakan untuk mengetahui teori-teori tentang pelaksanaan terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen..
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, adapun populasi penelitian ini pemilik sawah adalah 250 orang dan buruh tani adalah 1379, Jadi, untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjek kurang dari 100 jiwa, diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi, selanjutnya apabila subjek besar dapat diambil 15% pengurus dari subjek yang ada.
b. Sampel adalah contoh, monster, representan atau wakil dari populasi yang cukup besar jumlahnya, yaitu satu bagian dari keseluruhan yang dipilih, dan representative sifatnya dari keseluruhan. Menurut Winarno Surachmad dalam “Dasar Teknik Research Pengantar Metedologi Ilmiah”, memberikan pedoman sebagai berikut: “apabila populasi cukup homogen (serba sama), terhadap populasi di bawah 100 dapat di ambil sampel sebesar 50% diatas 1000 15%.  Untuk mementukan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu sample yang terpilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian. Penulis mengambil 10 orang buruh tani dan 3 orang pemilik sawah.
5. Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, kemudian diolah dengan cara, antara lain:
a. Pemeriksaan data (editing) dilakukan untuk mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah relevan dengan data yang diperoleh dari data penelitian dilapangan maupun dari studi literature yang berhubungan dengan penelitian terhadap terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen.
b. Penandaan data (coding) dilakukan untuk memberikan catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data yang baku atau literatur yang validitasnya dapat dipercaya, dilakukan sebagai usaha untuk meringkaskan data penelitian yaitu dengan member simbol angka pada uraian-uraian yang penting yang didapatkan dari hasil penelitian.
c. Tabulasi data (tabulating), setelah dilakukan penandaan data,setelah dilakukan penandaan data dilakukan untuk memperinci data hasil penelitian baik yang diperoleh di lapangan maupun dari studi literature dengan membuat table data, misalnya data kepedudukan, data pemerintahan, dan lain-lain.
6. Analisis data
Data penelitian skripsi ini dianalisis secara kualitatif dengan menjelaskan uraian-uraian dari hasil penelitian dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a. Metode berfikir deduktif, yaitu mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum. Maksud dari metode ini adalah suatu cara penganalisaan data dengan berpijak pada data yang bersifat umum dilarik pada kesimpulan yang bersifat khusus. Pada metode ini terambil permasalahan pada point 1 (satu) yaitu menjabarkan tentang bagaimana pelaksanaan terhadap terhadap sistem upah yang diberikan setelah panen.
b. Metode berfikir induktif, yaitu berangkat dari fakta yang khusus peristiwa-peristiwa yang konkrit ditarik generalisasi yang bersifat umum. Maksud dari metode ini adalah suatau cara penganalisaan terhadap data yang terkumpul dengan jalan menguraikan data tersebut kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat umum.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR TANPA BUKTI KEPEMILIKAN

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI
KENDARAAN BERMOTOR TANPA
BUKTI KEPEMILIKAN
(Studi Kasus Bapak Wahid Warga Desa Way Huwi Kecamatan Jatiagung Lampung Selatan)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan 
Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh 
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.)
Dalam Ilmu Syari’ah


Oleh

MUHAMMAD YUSUF
NPM. 1221030058
Program Studi : Mu’amalah

Pembimbing I : Drs. H. Chaidir Nasution, M.H
Pembimbing II : Khoiruddin, M.S.I.










FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI 
RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H / 2016 M

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI
KENDARAAN BERMOTOR TANPA
BUKTI KEPEMILIKAN
(Studi Kasus Bapak Wahid Warga Desa Way Huwi Kecamatan Jatiagung Lampung Selatan)









SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan 
Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh 
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.)
Dalam Ilmu Syari’ah


Oleh

MUHAMMAD YUSUF
NPM. 1221030058
Program Studi : Mu’amalah



FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI 
RADEN INTAN LAMPUNG
14

contoh judul skripsi muamalah

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG
PENJUALAN PRODUK MAKANAN KADALUARSA

(Studi pada Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus)



SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan
Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I.)
Dalam Ilmu Syari’ah


Oleh :

RIKE NURJANNAH
NPM. 1221030083

Program Studi :  Mu’amalah



Pembimbing I  : Drs. H. Mundzir HZ, M.Ag.
Pembimbing II            : H. A. Khumedi Ja’far, S.Ag., M.H.


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1437 H/ 2016 M








BAB I
PENDAHULUAN

A.           Penegasan Judul
Sebelum penulis mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang skripsi ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian judul yang akan diteliti. Sebab judul merupakan kerangka dalam bertindak, apalagi dalam suatu penelitian ilmiah. Hal ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda oleh pembaca. Oleh karena itu, perlu adanya penjelasan dengan memberi arti dari beberapa istilah yang terkandung di dalam judul skripsi ini.
Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan Kadaluarsa”. Beberapa istilah judul yang memerlukan pengertian adalah sebagai berikut :
Tinjauan yaitu hasil meninjau; pandangan pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).[1]
Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.[2]
Sedangkan hukum Islam menurut Hasbi Ash-Shiddieqi adalah :
مَجْمُوْعٌ مَحَاوَلاَتِ الْفُثَهَاءِ لِتَطْبِيْقِ الْشَّرِيْعَةِ عَلَى حَاجَاتِ الْمُجْتَمِعِ[3]
Artinya : “Koleksi daya upaya ahli hukum untuk menetapkn Syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.
Jadi, hukum Islam dalam penelitian diartikan sebagai kumpulan peraturan dalam agama Islam baik peraturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. atau Sunnah Rasul atau hasil ijtihad para Ulama.
Penjualan adalah proses, cara, perbuatan menjual.[4] Adapun maksud penjualan dalam penelitian ini adalah proses menjual atau mendistribusikan  barang kepada masyarakat. Dalam Fiqh Mu’amalah, penjualan diartikan dengan jual beli. Jual beli menurut lughat atau bahasa adalah :
الْبَيْعُ لُغَةً هُوَ مُقَابَلَةُ شَيْئٍ بِشَيْئٍ عَلَى وَجْهِ الْمُعَاوَضَةِ. [5]
Artinya : “Jual beli menurut Bahasa yaitu tukar-menukar benda dengan benda dengan adanya timbal balik.”
Maksudnya adalah tukar menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang lain yang dilakukan agar dapat dijadikan hak milik (milik sempurna). Atau menurut Wahbah Az-Zuhaili jual beli adalah  tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu’athaa (tanpa ijab qabul).[6]
Produk adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dari proses produksi dan menjadi hasil akhir dari produksi itu. [7]
Makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, seperti penganan, lauk pauk, kue. [8] Maksud dari produk makanan dalam penelitian ini adalah produk makanan ringan, seperti roti isi merk Jordan dan Rosaa, mie instan, dan bumbu-bumbu dapur kemasan pabrik.
Kadaluarsa merupakan informasi dari produsen kepada konsumen, yang menyatakan batas atau tenggang waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling “baik” (kualitas) dan paling “aman” (kesehatan) dari produk makanan atau minuman. Artinya produk tersebut memiliki “mutu yang paling prima” hanya sampai batas waktu tersebut dan juga produk tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi setelah lewat dari batas waktu yang telah ditentukan.[9]
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah suatu penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan Kadaluarsa”. Hal yang ingin diketahui adalah bagaimana sistem penjualan dan apakah sistem penjualan produk makanan kadaluarsa tersebut diperbolehkan oleh hukum Islam.

B.            Alasan Memilih Judul
Beberapa alasan dipilihnya judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan Kadaluarsa”, antara lain :
1.        Alasan Objektif
a.         Karena banyaknya produk makanan kadaluarsa berupa makanan ringan yang saat ini masih diperjualbelikan;
b.         Karena terdapat perbedaan antara teori yang penulis pelajari di Fakultas Syariah dengan praktek jual beli produk makanan kadaluarsa yang masih beredar.
2.        Alasan Subjektif
a.         Terdapat buku atau literatur yang berkaitan dengan penjualan produk kadaluarsa;
b.         Tempat penelitian terjangkau oleh penulis;
c.         Judul skripsi yang diambil sangat menarik karena belum ada yang pernah membahas dan menjadi tantangan tersendiri bagi penulis;
d.        Pembahasan skripsi sesuai dengan jurusan yang sedang diambil oleh penulis, yaitu Jurusan Mu’amalah Fakultas Syariah.


C.           Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang kaffah, yang mengatur segala aspek kehidupan untuk kelangsungan hidup manusia, baik aspek dunia maupun aspek akhirat. Dalam Islam, kehidupan di dunia dan akhirat haruslah seimbang, sebagaimana firman Allah Swt. :
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# (...
Artinya : “Dan carilah pada apa saja yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi…” (Q.S. Al-Qashash (28) : 77)[10]
Dalam mencapai keseimbangan tersebut, Islam tidak hanya mengatur ibadah yang bersifat mahdhah, seperti shalat, puasa, dan haji. Tetapi juga mengatur segala aspek yang berhubungan dengan manusia lainnya, seperti dalam hal ini adalah bidang ekonomi.
Bidang ekonomi merupakan salah satu tonggak kehidupan manusia yang secara manusiawi harus dicukupi. Bidang ekonomi juga merupakan lahan kajian yang masih perlu untuk untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena seiring dengan kemajuan dalam bidang ilmu, budaya, peradaban, dan kebiasaan hidup manusia maka menjadi suatu keniscayaan jika hal itu  menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks bermunculan.
Ekonomi dalam istilah Fiqh Mu’amalah dikenal dengan istilah mu’amalah. Manusia dalam menjalankan kehidupan, mereka tidak akan lepas dari kegiatan mu’amalah, di mana mereka akan saling berinteraksi dengan sesama manusia lainnya baik interaksi tersebut menimbulkan akibat hukum maupun tidak yang mana hal ini sesuai dengan pengertian mu’amalah itu sendiri yang memiliki arti saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.[11]
Bermu’amalah sangat erat kaitannya dengan hal berbisnis atau berniaga. Kegiatan mu’amalah pada dasarnya adalah boleh dilakukan, tergantung rukun dan syarat yang nantinya dapat membuat kegiatan tersebut menjadi sah atau batal. Selain itu, di dalam Syariat Islam terdapat ketentuan halal dan haram, yaitu apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang. [12] Sesuai dengan pendapat Imam Ali Karromallahu Wajhah  pernah mengatakan bahwa, “Hukum dahulu baru berbisnis”. Hal ini membuktikan bahwa sangat jelas dalam melakukan suatu bisnis hendaknya paham terlebih dahulu dengan hukum dari bisnisnya tersebut.[13]
Salah satu kegiatan mu’amalah yang diperbolehkan adalah jual beli. Jual beli diperbolehkan, sesuai dengan firman Allah Swt. :
... ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya : “…dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Q.S. Al-Baqarah : 275) [14]
Berdasarkan penjelasan beberapa dalil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara syariat jual beli itu memang diperbolehkan. Secara syariat, maksudnya adalah melakukannya sesuai dengan rukun dan syarat transaksi jual beli. Begitu pula dalam akad jual-beli yang harus dilakukan berdasarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang dalam Islam.
Toko Yosen adalah salah satu toko yang mengimplementasikan kegiatan jual beli. Toko ini juga merupakan toko grosir atau agen yang akan menjadi lokasi penelitian penulis. Pada toko grosir ini, mayoritas masyarakat Kota Agung dan sekitarnya membeli barang untuk kembali dijual atau diecer. Biasanya masyarakat membeli kebutuhan sembako dalam jumlah besar di toko ini. Seperti yang dilakukan oleh Ibu Rohaida, Beliau membeli kebutuhan sembako untuk dijual kembali di warung kecilnya. Dalam sistem penjualannya, Ibu Rohaida mengatakan bahwa agen memang memajang barang dagangan mereka dan hanya menyebutkan barang-barang yang tersedia atau ready stock tanpa menjelaskan barang tersebut sudah lama di gudang atau masih baru. Pembeli hanya memberikan nota barang dan membayarnya, kemudian barang dagangan tersebut diantar ke rumah pembeli.[15]
Dalam proses penerimaan barang, seringkali ditemukan barang yang sudah kadaluarsa. Biasanya produk makanan berupa susu kaleng, mie instan, bumbu dapur kemasan pabrik, dan roti merk  Rossa dan Jordan. Produk makanan kadaluarsa yang masih diperjualbelikan merupakan produk yang sering dibeli oleh masyarakat, akan tetapi masyarakat tidak mengetahui produk tersebut sudah habis masa pakainya atau expired karena penjual tidak memberitahukan kondisi produk tersebut. Bahkan banyak masyarakat yang sudah terlanjur mengonsumsinya. Perilaku penjual semacam ini tidak sesuai dengan hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْ سُفَ اَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ دِيْنَارٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً ذَكَرَ لِلنَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِى الْبُيُوْعِ فَقَالَ: إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ. (راوه البخاري و مسلم)[16]
Artinya : Diceritakan Abdullah bin Yusuf mengabarkan kepada Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada Rasulullah Saw. bahwa ia telah ditipu dalam berdagang (jual beli), Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya apabila kamu melakukan transaksi, maka katakanlah “Tidak ada tipuan”. (H.R. Bukhari Muslim)

Hadits di atas dimaksudkan bahwa dalam melakukan jual-beli, hendaknya seorang muslim menjadikan kejujuran sebagai sifat yang melekat pada dirinya, baik lahir maupun batin. Seperti tidak melakukan penipuan, melakukan pemalsuan dalam kondisi apapun, dan hal lain yang bertentangan dengan ketertiban umum. Salah satunya yaitu menyembunyikan kondisi barang yang sudah kadaluarsa dan sengaja menjualnya kepada pembeli.
Produk makanan merupakan salah satu jenis produk yang selalu diperjualbelikan oleh masyarakat. Selain memang termasuk kebutuhan primer, produk makanan juga sangat mudah untuk ditemukan keberadaannya. Produk makanan yang dijual dengan cara sudah dikemas hendaknya harus dilengkapi dengan tanggal kadaluarsa yang merupakan batas pemakaian atau batas untuk dikonsumsinya produk tersebut.
Masalah tentang produk makanan kadaluarsa yang dikonsumsi masyarakat, hal ini juga telah diatur di dalam agama Islam, di mana Islam memerintahkan manusia untuk makanan yang boleh atau tidak boleh dikonsumsi, Al-Quran sering menyebut dua kriteria, yaitu halal (boleh) dan thayyib (baik). Dua kriteria ini sering disebut terpisah dan dalam empat ayat disebut berbarengan. Misalnya pada ayat berikut ini :[17]
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ...
Artinya : “Wahai Manusia ! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi...” (Q.S. Al Baqarah (2): 168)[18]
Dua kriteria di atas penting karena bisa saja ada makanan yang halal tapi tidak baik, dan ada pula makanan yang baik tapi tidak halal. Dalam makanan, thayyib bisa diartikan bergizi.[19] Makanan kadaluarsa dikategorikan sebagai makanan yang tidak thayyib atau tidak bergizi. Lebih khususnya lagi, apabila seseorang mengonsumsi makanan kadaluarsa berarti ia mengonsumsi makanan yang tidak bergizi atau tidak ada manfaatnya bagi tubuh.
Produk makanan kadaluarsa dikategorikan makanan yang tidak ada manfaatnya, bahkan banyak mengandung mudharat atau penyakit. Lebih rinci dijelaskan lagi oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fikih Sunnah, bahwa salah satu syarat objek dari barang yang diperjual belikan itu haruslah bermanfaat. [20]
Apabila dipandang dari Ilmu Kesehatan, produk makanan yang dinyatakan sudah habis masa kadaluarsanya adalah produk makanan yang telah mengalami kerusakan atau kadaluarsa akan mengalami perubahan-perubahan seperti warna, bau, rasa, tekstur, kekentalan. Perubahan tersebut disebabkan oleh benturan-benturan fisik, benturan kimia, dan aktifitas organisme.[21]
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan apabila penulis meneliti tentang penjualan produk makanan yang kadaluarsa, dalam hal ini produk makanan berupa susu kaleng, mie instan, bumbu dapur kemasan pabrik, roti merk Rossa dan Jordan yang masa kadaluarsa atau expired nya lebih cepat. Hal ini dikarenakan produk tersebut masih sering diperjualbelikan serta dikonsumsi oleh masyarakat dengan judul penelitian : “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan Kadaluarsa” (Studi pada Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus).

D.           Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang selanjutnya akan menjadi objek pembahasan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :


[1] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 1060
[2] Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Cetakan Kesatu, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 5
[3] Hasbi Ash-Shiddieqi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 44
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 589
[5] Abi Abdullah Muhammad bin Alqosim Algharaqi Asy-syafi’i, Tausyaikh ‘Ala Fathul Qorib Al Mujib, Cet. Ke-1, (Jeddah: Alharomain, 2005), hlm. 130
[6] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid ke-5, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 25
[7] Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., hlm. 1103
[8] Ibid., hlm. 861
[9] Zaenab, Makanan  Kadaluarsa, (Jakarta : Mickroba Pangan, 2000), hlm. 34
[10] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-quran dan Terjemahannya, Cetakan Kedua, (Bandung: PT Mizan Buaya Kreativa, 2012), hlm. 395
[11] Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 14
[12] Ismail Muhammad Syah, Dkk, Filsafat Hukum Islam, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 166
[13] A. Kadir, Hukum Bisnis Syariah dalam Al-quran, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 1
[14]  Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 48
[15] Wawancara  Pra-Riset  dengan Rohaida, Pedagang (Customer Toko Yosen Kota Agung), Tanggal 20 Oktober 2015
[16] Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Shahih Bukhori, Jilid II, No. Hadits 1987, (Bandung: Dahlan, tt), hlm. 805
[17] Mesraini, Dkk, Islam & Produk Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007), hlm. 9
[18] Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 26
[19] Mesraini, Op.Cit., hlm. 10
[20] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, Cetakan Ke-11, (Bandung: Alma’arif, 1997), hlm. 55
[21] Zaenab, Makanan  Kadaluarsa, (Jakarta: Mickroba Pangan, 2000), hlm. 35


1.      kadaluarsa dari Agen kepada pembeli yang terjadi di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus?
2.      Bagaimanakah tinjauan hukum Islam tentang penjualan produk makanan kadaluarsa yang masih diperjualbelikan di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus?

A.           Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.        TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.    Untuk mengetahui sistem penjualan produk makanan kadaluarsa dari Agen kepada pembeli yang terjadi di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus;
b.    Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang penjualan produk makanan kadaluarsa yang masih diperjualbelikan di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus.

2.        Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut :
a.         Secara praktis : dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan baru dan dapat dijadikan landasan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli yang obyek penjualannya sesuai dengan syariat Islam.
b.         Secara teoritis :
1)   Berguna sebagai sumbangan pemikiran apabila dalam prakteknya di masyarakat terdapat praktek jual-beli produk makanan kadaluarsa yang mungkin tidak sesuai dengan hukum Islam, maka dapat dijadikan sebagai solusi untuk permasalahan tersebut;
2)   Dapat memperkaya pemikiran keislaman dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung.






tresno

Cukup hati yg tau...   15/08/2018 Kangen.....