TINJAUAN
HUKUM ISLAM TENTANG
PENJUALAN
PRODUK MAKANAN KADALUARSA
(Studi
pada Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus)
SKRIPSI
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan
Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H.I.)
Dalam
Ilmu Syari’ah
Oleh
:
RIKE
NURJANNAH
NPM.
1221030083
Program
Studi : Mu’amalah
Pembimbing
I : Drs. H. Mundzir HZ, M.Ag.
Pembimbing
II : H. A. Khumedi Ja’far,
S.Ag., M.H.
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1437 H/ 2016 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Penegasan
Judul
Sebelum
penulis mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang skripsi ini, terlebih dahulu
penulis akan menjelaskan pengertian judul yang akan diteliti. Sebab judul
merupakan kerangka dalam bertindak, apalagi dalam suatu penelitian ilmiah. Hal
ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda oleh pembaca. Oleh karena itu, perlu
adanya penjelasan dengan memberi arti dari beberapa istilah yang terkandung di
dalam judul skripsi ini.
Adapun
skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan Kadaluarsa”.
Beberapa istilah judul yang memerlukan pengertian adalah sebagai berikut :
Tinjauan
yaitu hasil meninjau; pandangan pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan
sebagainya).[1]
Hukum
Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul
tentang tingkah laku manusia (mukallaf) yang diakui dan diyakini
mengikat untuk semua yang beragama Islam.[2]
Sedangkan
hukum Islam menurut Hasbi Ash-Shiddieqi adalah :
Artinya :
“Koleksi daya upaya ahli hukum untuk menetapkn Syari’at Islam sesuai dengan
kebutuhan masyarakat”.
Jadi,
hukum Islam dalam penelitian diartikan sebagai kumpulan peraturan dalam agama
Islam baik peraturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. atau Sunnah Rasul atau
hasil ijtihad para Ulama.
Penjualan
adalah proses, cara, perbuatan menjual.[4]
Adapun maksud penjualan dalam penelitian ini adalah proses menjual atau mendistribusikan
barang kepada masyarakat. Dalam Fiqh
Mu’amalah, penjualan diartikan dengan jual beli. Jual beli menurut lughat
atau bahasa adalah :
Artinya : “Jual
beli menurut Bahasa yaitu tukar-menukar benda dengan benda dengan adanya timbal
balik.”
Maksudnya
adalah tukar menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang
lain yang dilakukan agar dapat dijadikan hak milik (milik sempurna). Atau
menurut Wahbah Az-Zuhaili jual beli adalah tukar menukar barang yang bernilai dengan
semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu’athaa (tanpa
ijab qabul).[6]
Produk
adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dari
proses produksi dan menjadi hasil akhir dari produksi itu. [7]
Makanan
adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, seperti penganan, lauk pauk, kue. [8] Maksud
dari produk makanan dalam penelitian ini adalah produk makanan ringan, seperti roti
isi merk Jordan dan Rosaa, mie instan, dan bumbu-bumbu dapur kemasan
pabrik.
Kadaluarsa merupakan informasi
dari produsen kepada konsumen, yang menyatakan batas atau tenggang waktu
penggunaan atau pemanfaatan yang paling “baik” (kualitas) dan paling “aman”
(kesehatan) dari produk makanan atau minuman. Artinya produk tersebut memiliki
“mutu yang paling prima” hanya sampai batas waktu tersebut dan juga produk
tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi setelah lewat dari batas waktu yang telah
ditentukan.[9]
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul skripsi
ini adalah suatu penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan
Produk Makanan Kadaluarsa”. Hal yang ingin diketahui adalah bagaimana
sistem penjualan dan apakah sistem penjualan produk makanan kadaluarsa tersebut
diperbolehkan oleh hukum Islam.
B.
Alasan
Memilih Judul
Beberapa
alasan dipilihnya judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk
Makanan Kadaluarsa”, antara lain :
1.
Alasan Objektif
a.
Karena
banyaknya produk makanan kadaluarsa berupa makanan ringan yang saat ini masih diperjualbelikan;
b.
Karena terdapat
perbedaan antara teori yang penulis pelajari di Fakultas Syariah dengan praktek
jual beli produk makanan kadaluarsa yang masih beredar.
2.
Alasan
Subjektif
a.
Terdapat buku
atau literatur yang berkaitan dengan penjualan produk kadaluarsa;
b.
Tempat
penelitian terjangkau oleh penulis;
c.
Judul skripsi
yang diambil sangat menarik karena belum ada yang pernah membahas dan menjadi
tantangan tersendiri bagi penulis;
d.
Pembahasan skripsi
sesuai dengan jurusan yang sedang diambil oleh penulis, yaitu Jurusan Mu’amalah
Fakultas Syariah.
C.
Latar
Belakang Masalah
Islam
merupakan agama yang kaffah, yang mengatur segala aspek kehidupan untuk
kelangsungan hidup manusia, baik aspek dunia maupun aspek akhirat. Dalam Islam,
kehidupan di dunia dan akhirat haruslah seimbang, sebagaimana firman Allah Swt.
:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# (
wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# (...
Artinya : “Dan carilah pada apa saja yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu
dari (kenikmatan) duniawi…” (Q.S. Al-Qashash (28) : 77)[10]
Dalam
mencapai keseimbangan tersebut, Islam tidak hanya mengatur ibadah yang bersifat
mahdhah, seperti shalat, puasa, dan haji. Tetapi juga mengatur segala
aspek yang berhubungan dengan manusia lainnya, seperti dalam hal ini adalah bidang
ekonomi.
Bidang
ekonomi merupakan salah satu tonggak kehidupan manusia yang secara manusiawi
harus dicukupi. Bidang ekonomi juga merupakan lahan kajian yang masih perlu
untuk untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena seiring
dengan kemajuan dalam bidang ilmu, budaya, peradaban, dan kebiasaan hidup
manusia maka menjadi suatu keniscayaan jika hal itu menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks
bermunculan.
Ekonomi
dalam istilah Fiqh Mu’amalah dikenal dengan istilah mu’amalah. Manusia
dalam menjalankan kehidupan, mereka tidak akan lepas dari kegiatan mu’amalah,
di mana mereka akan saling berinteraksi dengan sesama manusia lainnya baik
interaksi tersebut menimbulkan akibat hukum maupun tidak yang mana hal ini
sesuai dengan pengertian mu’amalah itu sendiri yang memiliki arti saling
bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.[11]
Bermu’amalah
sangat erat kaitannya dengan hal berbisnis atau berniaga. Kegiatan mu’amalah
pada dasarnya adalah boleh dilakukan, tergantung rukun dan syarat yang
nantinya dapat membuat kegiatan tersebut menjadi sah atau batal. Selain itu, di
dalam Syariat Islam terdapat ketentuan halal dan haram, yaitu apa yang
dibolehkan dan apa yang dilarang. [12]
Sesuai dengan pendapat Imam Ali Karromallahu Wajhah pernah mengatakan bahwa, “Hukum dahulu baru
berbisnis”. Hal ini membuktikan bahwa sangat jelas dalam melakukan suatu bisnis
hendaknya paham terlebih dahulu dengan hukum dari bisnisnya tersebut.[13]
Salah
satu kegiatan mu’amalah yang diperbolehkan adalah jual beli. Jual beli
diperbolehkan, sesuai dengan firman Allah Swt. :
... ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya : “…dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Q.S. Al-Baqarah :
275) [14]
Berdasarkan
penjelasan beberapa dalil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara syariat
jual beli itu memang diperbolehkan. Secara syariat, maksudnya adalah
melakukannya sesuai dengan rukun dan syarat transaksi jual beli. Begitu pula dalam akad jual-beli yang harus
dilakukan berdasarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang dalam
Islam.
Toko
Yosen adalah salah satu toko yang mengimplementasikan kegiatan jual beli. Toko
ini juga merupakan toko grosir atau agen yang akan menjadi lokasi penelitian
penulis. Pada toko grosir ini, mayoritas masyarakat Kota Agung dan sekitarnya
membeli barang untuk kembali dijual atau diecer. Biasanya masyarakat membeli kebutuhan
sembako dalam jumlah besar di toko ini. Seperti yang dilakukan oleh Ibu
Rohaida, Beliau membeli kebutuhan sembako untuk dijual kembali di warung
kecilnya. Dalam sistem penjualannya, Ibu Rohaida mengatakan bahwa agen memang
memajang barang dagangan mereka dan hanya menyebutkan barang-barang yang
tersedia atau ready stock tanpa menjelaskan barang tersebut sudah lama
di gudang atau masih baru. Pembeli hanya memberikan nota barang dan
membayarnya, kemudian barang dagangan tersebut diantar ke rumah pembeli.[15]
Dalam
proses penerimaan barang, seringkali ditemukan barang yang sudah kadaluarsa.
Biasanya produk makanan berupa susu kaleng, mie instan, bumbu dapur kemasan
pabrik, dan roti merk Rossa dan
Jordan. Produk makanan kadaluarsa yang masih diperjualbelikan merupakan produk
yang sering dibeli oleh masyarakat, akan tetapi masyarakat tidak mengetahui
produk tersebut sudah habis masa pakainya atau expired karena penjual
tidak memberitahukan kondisi produk tersebut. Bahkan banyak masyarakat yang
sudah terlanjur mengonsumsinya. Perilaku penjual semacam ini tidak sesuai
dengan hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang
berbunyi:
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْ سُفَ اَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ
عَبْدِاللهِ ابْنِ دِيْنَارٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلاً ذَكَرَ لِلنَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
يُخْدَعُ فِى الْبُيُوْعِ فَقَالَ: إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ. (راوه
البخاري و مسلم)[16]
Artinya
: Diceritakan Abdullah bin Yusuf mengabarkan kepada Malik dari Abdullah bin
Dinar dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada Rasulullah
Saw. bahwa ia telah ditipu dalam berdagang (jual beli), Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya
apabila kamu melakukan transaksi, maka katakanlah “Tidak ada tipuan”. (H.R.
Bukhari Muslim)
Hadits di atas
dimaksudkan bahwa dalam melakukan jual-beli, hendaknya seorang muslim
menjadikan kejujuran sebagai sifat yang melekat pada dirinya, baik lahir maupun
batin. Seperti tidak melakukan penipuan, melakukan pemalsuan dalam kondisi
apapun, dan hal lain yang bertentangan dengan ketertiban umum. Salah satunya
yaitu menyembunyikan kondisi barang yang sudah kadaluarsa dan sengaja
menjualnya kepada pembeli.
Produk makanan
merupakan salah satu jenis produk yang selalu diperjualbelikan oleh masyarakat.
Selain memang termasuk kebutuhan primer, produk makanan juga sangat mudah untuk
ditemukan keberadaannya. Produk makanan yang dijual dengan cara sudah dikemas
hendaknya harus dilengkapi dengan tanggal kadaluarsa yang merupakan batas
pemakaian atau batas untuk dikonsumsinya produk tersebut.
Masalah tentang
produk makanan kadaluarsa yang dikonsumsi masyarakat, hal ini juga telah diatur
di dalam agama Islam, di mana Islam memerintahkan manusia untuk makanan yang
boleh atau tidak boleh dikonsumsi, Al-Quran sering menyebut dua kriteria, yaitu
halal (boleh) dan thayyib (baik). Dua kriteria ini sering disebut
terpisah dan dalam empat ayat disebut berbarengan. Misalnya pada ayat berikut
ini :[17]
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ...
Artinya
: “Wahai Manusia ! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi...” (Q.S. Al Baqarah (2): 168)[18]
Dua kriteria di
atas penting karena bisa saja ada makanan yang halal tapi tidak baik, dan ada
pula makanan yang baik tapi tidak halal. Dalam makanan, thayyib bisa
diartikan bergizi.[19]
Makanan kadaluarsa dikategorikan sebagai makanan yang tidak thayyib atau
tidak bergizi. Lebih khususnya lagi, apabila seseorang mengonsumsi makanan
kadaluarsa berarti ia mengonsumsi makanan yang tidak bergizi atau tidak ada
manfaatnya bagi tubuh.
Produk makanan
kadaluarsa dikategorikan makanan yang tidak ada manfaatnya, bahkan banyak
mengandung mudharat atau penyakit. Lebih rinci dijelaskan lagi oleh
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fikih Sunnah, bahwa salah satu syarat objek dari
barang yang diperjual belikan itu haruslah bermanfaat. [20]
Apabila
dipandang dari Ilmu Kesehatan, produk makanan yang dinyatakan sudah habis masa
kadaluarsanya adalah produk makanan yang telah mengalami kerusakan atau kadaluarsa
akan mengalami perubahan-perubahan seperti warna, bau, rasa, tekstur,
kekentalan. Perubahan
tersebut disebabkan oleh benturan-benturan fisik, benturan kimia, dan aktifitas organisme.[21]
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan apabila penulis meneliti
tentang penjualan produk makanan yang kadaluarsa, dalam hal ini produk makanan
berupa susu kaleng, mie instan, bumbu dapur kemasan pabrik, roti merk
Rossa dan Jordan yang masa kadaluarsa atau expired nya lebih cepat.
Hal ini dikarenakan produk tersebut masih sering diperjualbelikan serta dikonsumsi oleh masyarakat dengan judul
penelitian : “Tinjauan Hukum Islam Tentang Penjualan Produk Makanan
Kadaluarsa” (Studi pada Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus).
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok
permasalahan yang selanjutnya akan menjadi objek pembahasan. Adapun rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
[1] Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 1060
[2] Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Cetakan Kesatu, (Jakarta:
PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 5
[4] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ke-IV,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 589
[5] Abi Abdullah
Muhammad bin Alqosim Algharaqi Asy-syafi’i, Tausyaikh ‘Ala Fathul Qorib Al
Mujib, Cet. Ke-1, (Jeddah: Alharomain, 2005), hlm. 130
[6] Wahbah
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid ke-5, Penerjemah: Abdul Hayyie
al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 25
[7] Departemen
Pendidikan Nasional, Op. Cit., hlm. 1103
[8] Ibid.,
hlm. 861
[10] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-quran dan Terjemahannya, Cetakan Kedua,
(Bandung: PT Mizan Buaya Kreativa, 2012), hlm. 395
[11] Rachmat
Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 14
[12] Ismail
Muhammad Syah, Dkk, Filsafat Hukum Islam, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999), hlm. 166
[13] A. Kadir, Hukum
Bisnis Syariah dalam Al-quran, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 1
[14] Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit.,
hlm. 48
[15] Wawancara Pra-Riset dengan Rohaida, Pedagang (Customer Toko
Yosen Kota Agung), Tanggal 20 Oktober 2015
[16] Al Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Shahih Bukhori, Jilid II, No.
Hadits 1987, (Bandung: Dahlan, tt), hlm. 805
[17] Mesraini, Dkk,
Islam & Produk Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007), hlm. 9
[18] Departemen
Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 26
[19] Mesraini, Op.Cit.,
hlm. 10
[20] Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah, Jilid 12, Cetakan Ke-11, (Bandung: Alma’arif, 1997), hlm. 55
1.
kadaluarsa dari
Agen kepada pembeli yang terjadi di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus?
2.
Bagaimanakah tinjauan
hukum Islam tentang penjualan produk makanan kadaluarsa yang masih diperjualbelikan
di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus?
A.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.
Untuk
mengetahui sistem penjualan produk makanan kadaluarsa dari Agen kepada pembeli
yang terjadi di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus;
b.
Untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam tentang penjualan produk makanan kadaluarsa
yang masih diperjualbelikan di Toko Yosen Kota Agung, Kab. Tanggamus.
2.
Kegunaan
Penelitian
Adapun
kegunaan penelitian ini sebagai berikut :
a.
Secara praktis
: dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan baru dan dapat dijadikan
landasan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli yang obyek
penjualannya sesuai dengan syariat Islam.
b.
Secara teoritis
:
1)
Berguna sebagai sumbangan pemikiran apabila dalam prakteknya di masyarakat
terdapat praktek jual-beli produk makanan kadaluarsa yang mungkin tidak
sesuai dengan hukum Islam, maka dapat dijadikan sebagai solusi untuk
permasalahan tersebut;
2)
Dapat
memperkaya pemikiran keislaman dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi
penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung.
No comments:
Post a Comment